Ilustrasi Konflik Antar Suku |
Assalamualaikum Wr.Wb , Kali ini saya akan memposting sebuah tulisan tentang Konflik Antar Suku.
Sebelum membahas tentang Konflik Antar Suku saya akan menjelaskan apa itu Konflik. Konflik berasal dari kata kerja Latin configere
yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan
sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial,
konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat
dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan
hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan itegrasi.
Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat.
Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya,
integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Konflik antar suku bangsa yang ditangai secara
reaktif, akan melahirkan konflik antar sukubangsa yang baru dan lebih besar,
dan selanjutnya dapat menjadi penyebab terjadinya disintegrasi bangsa. Oleh
karena itu, konsep pemolisian komuniti harus segera dikuasai oleh seluruh
petugas polisi, kemudian dikenalkan dan disosialisasikan kepada masyarakat
secara nasional, dan dijadikan menjadi sebuah kebijakan nasional yang bukan
hanya menjadi domein tugas polisi, tetapi juga menjadi tanggung jawab
pemerintah dengan membuatnya menjadi peraturan atau perundangan yang mengikat
secara politik.
Bahwa konflik antar sukubangsa ada
dan terwujud dalam hubungan antar sukubangsa, yang terjadi karena perebutan
sumberdaya-sumberdaya berharga dan mempertahankan kehormatan jati diri dari
anggota-anggota komuniti sukubangsa setempat dengan golongan-golongan
sukubangsa lainnya. Konflik antar sukubangsa, pada awalnya dimulai dari warga
sukubangsa yang merasa dirugikan oleh sesuatu perbuatan yang tidak adil yang
dilakukan oleh pihak lawannya, atau karena dirasakan tidak adanya atau tidak
cukupnya aturan main yang adil dan prosedur-prosedur yang dapat digunakan untuk
menjembatani perbedaan-perbedaan yang dapat memecahkan dan menghentikan konflik
tersebut.
Perbuatan merugikan secara tidak adil
tersebut kemudian dilihat dalam kerangka yang lebih biasa yang mengacu pada
stereotip dan prasangka yang dipunyai oleh para pelaku yang dirugikan, yang
kemudian mengaktifkan sentimen kesukubangsaan yang penuh dengan muatan emosi
dan perasaan-perasaan untuk menciptakan solidaritas sosial yang melibatkan
warga sukubangsa untuk mencari bantuan dari masing-masing kerabat dan
anggota-anggota sukubangsanya dalam memenangkan konflik yang terjadi.
Secara hipotesis konflik antar sukubangsa dapat
dicegah bila dalam hubungan-hubungan sosial antar sukubangsa-sukubangsa yang
berbeda, yang terwujud dalam kerjasama, persaingan dan konflik dalam
memperebutkan sumberdaya-sumberdaya berharga dan mempertahankan kehormatan
jaridiri sukubangsa atau kesukubangsaannya, terdapat aturan-aturan main yang
adil, tersedianya saluran-saluran komunikasi yang dapat mereduksi subyektivitas
dari stereotip dalam hubungan antar sukubangsa, dan adanya penegak hukum
sebagai pihak ketiga yang netral dan bertindak selaku wasit yang adil dan dapat
dipercaya oleh masyarakat suku bangsa-suku bangsa.
Beragamnya suku-suku bangsa di Indonesia kadang melahirkan sebuah peperangan yang sering disebut perang antar suku. Alasannya tentu saja berbeda-beda.
Menurut data dari berbagai literatur, suku-suku di Indonesia
berjumlah 700. Ada pula yang menyebutkan 500 dan ada juga yang
menyebutkan 300. Namun, setidaknya, terdapat lebih dari 300 kelompok
etnik atau suku bangsa di Indonesia. Jumlah suku bangsa yang ratusan ini
pada kenyataannya memang sangat rentan terhadap konflik. Perang antar suku pun pada akhirnya menjadi sebuah peristiwa yang tidak bisa dihindari.
Dari sekian banyak suku tersebut, suku Jawa adalah kelompok suku
terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41 persen dari total
populasi. Sementara suku-suku terpencil, terutama di Kalimantan dan
Papua, memiliki populasi kecil yang hanya beranggotakan ratusan orang.
Banyak atau sedikitnya kelompok suku ternyata juga berpengaruh terhadap
terjadinya perang antar suku.
Konflik merupakan masalah yang lazim yang terjadi di lingkungan
masyarakat. Banyaknya perbedaan menjadi alasan yang mendasar. Begitupun
ketika terjadi perang antar suku yang ada di Indonesia.
Perang antar suku di Indonesia yang sempat menarik perhatian adalah
perang antara Suku Dayak dan Madura. Peperangan antara Suku Dayak dan
Madura menimbulkan sebuah pergeseran moral tentang bagaimana seharusnya
saling menghargai perbedaan.
Nyawa bukan lagi menjadi hal yang mahal saat itu. Pemenggalan
terhadap kepala manusia saat itu seolah menjadi bukti bahwa kebencian
telah benar-benar membutakan hati nurani. Perang antar suku yang terjadi
antara Suku Dayak dan Madura ini benar-benar mengerikan.
Perang antar suku yang terjadi pada masyarakat Suku Dayak dan Madura
memang telah lama berlalu. Tapi konflik tersebut bagaimanapun keadaannya
pasti akan tetap meninggalkan kesan mengerikan yang mendalam bagi
masyarakat kedua suku tersebut.
Perang Antar Suku - Perbedaan Stereotip
Setiap suku tentu memiliki budaya, adat istiadat, dan kebiasaan
beragam. Keanekaragaman tersebut tentunya membawa dampak dan konsekuensi
sosial bagi kehidupan berbangsa. Jika tidak disikapi dengan baik,
perbedaan tersebut justru menjadi faktor utama penyebab terjadinya
perang antar suku.
Setiap suku akan menginterpretasikan budaya yang mereka miliki dalam
lingkungannya sehingga terciptalah stereotip yang dapat mengakibatkan
lestarinya perbedaan. Penonjolan stereotip suatu suku amat berbahaya.
Namun, faktanya, stereotip dan stigma buruk itu tetap hidup. Bahkan,
tanpa disadari kian meluas. Bahaya karena hal ini dapat menimbulkan
pepecahan perang antar suku pun menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan.
Contoh nyatanya adalah stereotip orang Madura dalam pengetahuan orang
Indonesia pada umumnya. Orang Madura kadang identik dengan watak yang
kasar dan keras. Sering meneyelesaikan masalah dengan carok,
mengakihiri sengketa dengan cara duel maut yang berujung kematian.
Penyebabnya adalah dendam atau pembalasan pihak keluarga dan kerabat
yang terluka. Bahkan, tewas. Bisa dibayangkan bagaimana keadaan perang
antar suku yang melibatkan Suku Madura. Bayangan-bayangan seperti itu
secara taksadar memacu orang untuk membenci atau memusuhi masyarakat
dari Suku Madura.
Berikut ini beberapa contoh stereotip suku-suku di Indonesia.
Pandangan yang stereotipe ini secara sadar atau tidak menjadi sebuah
paradigma terhadap suatu suku, yang jika dirasa tidak cocok, maka perang
antar suku pun tidak bisa dihindarkan.
- Orang Cina dianggap kejam pada pribumi dan hanya mau mengeruk keuntungan di Indonesia.
- Orang Padang itu tidak bisa dipegang karena sering bengkok hatinya (Padang Bengkok).
- Orang Jawa pandai menyembunyikan sesuatu karena seringkali berbeda antara penampilan luar dan isi hatinya (Jawa Blangkon).
- Orang Bugis itu suka menusuk dari belakang.
- Orang Minahasa itu hanya suka pesta dan berfoya-foya.
- Orang Ambon itu hanya mengandalkan otot ketimbang otaknya.
- Orang Dayak itu pemalas.
- Orang Batak itu kasar.
Walaupun stereotip itu keliru dan berbahaya, hal tersebut seakan
melekat dalam benak keindonesiaan kita. Itulah yang seringkali memicu
terjadinya kerusuhan etnis atau suku di Indonesia. Bahkan, sejarah
mencatat, kerusuhan etnis tesebut berkembang menjadi perang antar suku
seperti yang terjadi di Kalimantan, antara suku Dayak dan Madura.
Hal ini kemudian menjadi tanggung jawab bersama. Kembali mengiyakan
bahwa perbedaan itu indah dan stereotipe itu harusnya dihilangkan
rasanya akan menjadi jalan keluar terbaik agar perang antar suku dapat dihindarkan.
Perang Antar Suku - Pertikaian Dayak-Madura
Setidaknya, terjadi dua kali kerusuhan berskala besar antara suku
Dayak dan Madura, yaitu peristiwa Sampit (2001), dan Senggau Ledo
(1996). Kedua kerusuhan ini merembet ke hampir semua wilyah Kalimantan
dan berakhir dengan pengusiran dan pengungsian ribuan warga Madura,
dengan jumlah korban hingga mencapai 500-an orang. Perang antar suku ini
menjadi masalah sosial yang me-nasional.
Bila ditelisik, ada empat hal mendasar yang menjadi penyebab
terjadinya perang antar suku yang melibatkan Suku Dayak dan Madura,
yaitu:
1. Penyebab Perang Antar Suku - Perbedaan Budaya Antara Dayak dan Madura
Perbedaan budaya jelas menjadi alasan mendasar ketika perang antar
suku terjadi, begitupun ketika kita membicarakan peperangan yang terjadi
antara Suku Dayak dan Madura. Masalahnya sangat sederhana, tetapi jika
sudah berkaitan dengan kebudayaan, maka hal tersebut juga berkaitan
dengan kebiasaan. Dan itulah yang menjadi soal.
Misalnya saja permasalahan senjata tajam. Bagi suku Dayak, senjata
tajam sangat dilarang keras dibawa ke tempat umum. Orang yang membawa
senjata tajam ke rumah orang lain, walaupun bermaksud bertamu, dianggap
sebagai ancaman atau ajakan berduel. Lain halnya dengan budaya suku
Madura yang biasa menyelipkan senjata tajam ke mana-mana dan dianggap
biasa di tanah kelahirannya.
Bagi suku Dayak, senjata tajam bukan untuk menciderai orang. Bila hal ini terjadi, pelakunya harus dikenai hukum adat pati nyawa (bila korban cidera) dan hukum adat pemampul darah
(bila korban tewas). Namun, bila dilakukan berulangkali, masalahnya
berubah menjadi masalah adat karena dianggap sebagai pelecehan terhadap
adat sehingga simbol adat "mangkok merah" (Dayak Kenayan) atau "bungai
jarau" (Dayak Iban) akan segera berlaku. Dan itulah yang terjadi di
cerita perang antar suku milik Suku Dayak dan Madura.
2. Penyebab Perang Antar Suku - Perilaku yang Tidak Menyenangkan
Bagi suku Dayak, mencuri barang orang lain dalam jumlah besar adalah
tabu karena menurut mereka barang dan pemiliknya telah menyatu; ibarat
jiwa dan badan. Bila dilanggar, pemilik barang akan sakit. Bahkan, bisa
meninggal. Sementara orang Madura seringkali terlibat pencurian dengan
korbannya dari suku Dayak. Pencurian yang dilakukan inilah yang menjadi
pemicu pecahnya perang antar Suku Dayak dan Madura.
3. Penyebab Perang Antar Suku - Pinjam Meminjam Tanah
Lagi-lagi perbedaan menjadi penyebab perang antar suku. Kali ini juga
masih berkaitan dengan adat istiadat atau kebiasaan. Adat suku Dayak
membolehkan pinjam meminjam tanah tanpa pamrih. Hanya dengan kepercayaan
lisan, orang Madura diperbolehkan menggarap tanah orang Dayak. Namun,
persoalan timbul saat tanah tersebut diminta kembali. Seringkali orang
Madura menolak mengembalikan tanah pinjaman tersebut dengan alasan
merekalah yang telah menggarap selama ini.
Dalam hukum adat Dayak, hal ini disebut balang semaya (ingkar janji) yang harus dibalas dengan kekerasan. Perang antar Suku Dayak dan Madura pun tidak dapat lagi dihindarkan.
4. Penyebab Perang Antar Suku - Ikrar Perdamaian yang Dilanggar
Dalam tradisi masyarakat Dayak, ikrar perdamaian harus bersifat
abadi. Pelanggaran akan dianggap sebagai pelecehan adat sekaligus
pernyataan permusuhan. Sementara orang Madura telah beberapa kali
melanggar ikrar perdamaian. Dan lagi-lagi hal tersebutlah yang memicu perang antar suku tersebut.
Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik
http://www.anneahira.com/perang-antar-suku.htm
Sekian tulisan saya kali ini terimakasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca tulisan ini dan mohon maaf apabila ada salah dalam pengetikan. Wassalamualaikum Wr.Wb
Makasih gan.. membantu banget,buat tugas ppkn
BalasHapus